Ini Ramalan Syeikh Yasin Soal Masa Depan al-Nawawi

- 3/27/2017

Ini Ramalan Syeikh Yasin Soal Masa Depan al-Nawawi

 

Wartaislami.com ~ Imam al-Nawawi lahir tahun 631/631H di Nawa, sebuah kampung dekat Damaskus (Syiria). Beliau adalah salah seorang ulama besar madzhab syafi’i. Selain menguasai ilmu fiqih mazhab as-Syafi’i, ia juga mendalami ilmu hadis, nahwu, dan lain-lain. Penulis kitab fikih al-Majmu’ ini tidak hanya pandai munulis dan beroterika, tapi juga mampu mewujudkan ilmunya dalam tingkah laku. Ia dikenal sebagai sosok yang wara’, shaleh, dan rindu dengan akhirat. Karenanya, tidak mengherenkan bila banyak ulama yang menjulukinya dengan al-Zahid, al-Wara’, al-Imam, dan pujian lainnya.
Ketika masih kecil, al-Nawawi terbilang anak yang rajin dan ulet. Ia berbeda dengan anak-anak pada umumnya, yang suka bermain, dan bersenang-senang. Membaca al-Quran dan belajar ilmu agama adalah aktifitas rutinitas yang selalu dikerjakannya. Dikisahkan bahwa beliau pernah dipaksa oleh teman-teman sebayanya untuk bermain bersama mereka, namun beliau tidak mau dan lantas menolak ajakan tersebut. Sehingga pada akhirnya, dengan usaha keras beliau pun berhasil lolos dan lari dari rangkulan teman-temannya itu. Setelah kejadian tersebut, beliau menangis dan lansung membaca al-Quran.
Syekh Yasin bin Yusuf al-Marakisyi, salah seorang ulama yang membimbing al-Nawawi, menceritakan bahwa pada suatu hari, al-Nawawi disuruh oleh ayahnya untuk menjaga warung. Selama berada di warung, ia tidak melakukan apa-apa kecuali membaca al-Quran. Barang dagangan dan segala hal yang menghalanginya dari membaca al-Quran beliau abaikan begitu saja. Melihat keadaan yang seperti itu, Syekh Yasin menemui orang tuanya, dan berkat, “Anak ini kelak menjadi orang alim dan paling zuhud. Kemudian sang ayah bertanya, “apakah saudara seorang peramal?” “Tidak,” Jawab Syeikh Yasin, “Allah Ta’ala yang memberitahuku” Imbuhnya.
Metode talaqqi adalah salah satu metode yang digunakan al-Nawawi dalam proses mencari ilmu. Ia mendengarkan uraian langsung dari sang guru, atau ia membaca sambil dikoreksi oleh gurunya. Hampir semua guru-guru al-Nawawi, baik fikih, hadis, nahwu, maupun bahasa ialah ulama besar di masa itu. Gurunya pun tidak hanya satu atau dua orang, tapi puluhan orang.
Bagi al-Nawawi, membaca, memahami, dan belajar agama saja tidak cukup. Hasil dari proses tersebut mesti dituliskan. Sepanjang hidupnya, ia telah menulis banyak karya dan sangat produktif menulis. Sirajuddin Abbas, dalam bukunya Keagungan Mazhab as-Syafi’i, menyebutkan bahwa Imam al-Nawawi menulis minimal empat lembar setiap harinya. Maka dari itu, sangat wajar jika jumlah karyanya mencapai puluhan, bahkan ratusan. Di antara karya-karyanya adalah Minjhaj al-Thalibin, al-Majmu’ syarah al-Muhazzab, dan ada pula yang membahas ilmu Hadis dan akhlaq, seperti kitab matan Arba’in, dan al-Azkar.
Minhaj al-Thalibin merupakan salah satu karyanya yang paling populer. Menurut sebagian orang, kitab ini ialah pedoman beribadah dan berisi pendapat yang paling kuat dalam madzhab Syafi’i. Kitab ini pernah dialih bahasakan ke dalam bahasa Perancis oleh L.W.C van de Berg dengan nama “Minhaj at-Thalibin, Manuel de Jurisprudence musulmane selon le ritede Chri’il” sebanyak 3 jilid. Di samping itu, karya ini juga banyak disyarah dan dikomentari oleh para ulama. Di antara kitab syarah atas kitab ini adalah al-Tuhfah karya Ibnu Hajar al-Haitami, al-Nihayah karya Ibnu Syihabuddin al-Ramli, Mughni al-Muhtaj karya Muhammad al-Syarbaini al-Khatib, dan al-Mahalli karya Jaluddin al-Mahalli.
Sosok ulama yang membujang selama hidupnya ini wafat pada malam Rabu, 20 Rajab 673 H di Nawa, dan ia langsung dikuburkan esok harinya.
Source: www.muslimedianews.com


Source Article and Picture : www.wartaislami.com

Seputar Ini Ramalan Syeikh Yasin Soal Masa Depan al-Nawawi

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Ini Ramalan Syeikh Yasin Soal Masa Depan al-Nawawi